OPINI  

Pokir tanpa Fikir itu Haram.!

Risal Arwi, mantan Ketua DPRD Banggai Kepulauan. (Foto:Ist)

“Sebagai orang yang pernah ada dalam sistem DPRD, Saya ingatkan dengan tegas agar para pimpinan dan anggota DPRD Banggai Kepulauan berhenti berperan sebagai pemalak APBD.!”

Risal Arwi

Kesan itu bukan tidak beralasan, Saya adalah pelaku yang pernah ikut menyetujui peran itu dalam tanda petik tentang pengusulan pokok-pokok pikiran DPRD atau lebih dikenal pokir, yang Saya anggap salah makan dan salah mekanisme itu.

Agar terang benderang, Saya ingin sampaikan terkait dasar hukum dan tata cara pokok-pokok pikiran DPRD itu di usulkan hingga terintegrasi dalam sistem perencanaan pembangunan daerah.

Landasan Hukum Pokok-Pokok Pikiran DPRD

Pokok-pokok pikiran DPRD lahir sebagai amanat dari sejumlah regulasi yang memperkuat fungsi DPRD dalam perencanaan pembangunan daerah. Berikut beberapa dasar hukum yang menjadi pijakan:

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

  • Pasal 29 menegaskan fungsi DPRD terkait penganggaran.
  • Pasal 104 menyebutkan kewajiban DPRD dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.
  • Pasal 108 huruf i mengatur kewajiban anggota DPRD untuk menyerap dan menghimpun aspirasi masyarakat melalui kunjungan kerja.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018

Pasal 54 memerintahkan Badan Anggaran DPRD memberikan saran dan pendapat dalam bentuk Pokir untuk proses perencanaan.

3. Permendagri Nomor 86 Tahun 2017

Pasal 178 menjelaskan bahwa Pokir merupakan hasil reses dan rapat dengar pendapat DPRD yang wajib menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah.

Mekanisme Pengajuan dan Penelaahan Pokir

Menurut Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, tahapan pengajuan Pokok-Pokok Pikiran DPRD melibatkan beberapa langkah, yaitu:

  1. Pengumpulan Aspirasi
    DPRD mengadakan reses dan rapat dengar pendapat untuk menyerap kebutuhan masyarakat. Hasilnya dicatat dalam risalah rapat.
  2. Penelaahan dan Sinkronisasi
    Pokir diselaraskan dengan sasaran pembangunan daerah yang tercantum dalam RPJMD dan RKPD. Proses ini melibatkan kajian terhadap kapasitas keuangan daerah dan prioritas strategis.
  3. Pengajuan ke Bappeda
    Pokir yang telah dirumuskan secara tertulis disampaikan ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) untuk dipertimbangkan dalam penyusunan dokumen RKPD.
  4. Integrasi ke dalam e-Planning
    Bagi daerah yang telah memiliki Sistem Informasi Perencanaan Daerah (SIPD), Pokir dimasukkan ke dalam sistem elektronik untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi data.

 

Dengan demikian Pokir DPRD tidak bermakna sederhana dan dengan cara-cara kandang paksa lalu seolah-olah Pokir itu menjelma jadi proyek APBD yang disebar ke Organisasi Perangkat Daerah (OPD)  dan meniadakan Rencana Kerja (Renja) OPD dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS).

 

“Dan lebih bahaya lagi kegiatan-kegiatam itu di klaim menjadi milik anggota DPRD atau pimpinan DPRD dan telah berbayar dengan logika fee 10 persen.”

 

Saya melihat hingga saat ini cara-cara kandang paksa itu masih terjadi, untuk itu kepada Kepala Daerah Saya sarankan jika tata cara dan mekanisme masuk pikir itu bertentangan dengan tata aturan, agar tidak berkompromi lagi sehingga pengelolaan keuangan daerah dan perencanaan pembangunan daerah sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Saya punya data-data valid bagaimana kami dulu memalak APBD dengan cara kandang paksa ini.! Dengan diberlakukannya peraturan terbaru, itu bisa berkonsekwensi hukum dan bau amis korupsi dilakukan secara terencana.

Berpikirlah dalam berpikir…!

Jangan tidak membaca tanda-tanda zaman, tinggalkan sandiwara yang berpura-pura untuk kepentingan masyarakat… 😄😄

 

Risal Arwi

Mantan Ketua DPRD Banggai Kepulauan. 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *